Friday, August 19, 2011

Bengkak PNS, Anggaran Tekor


PDF Cetak Surel

MEMBENG KAKNYA jumlah PNS dini lai menjadi ancaman utama reformasi birokrasi. Usulan moratorium CPNS pun bak mendapat angin segar.

Berawal dari ketidaksengajaan yang dilakukan direktur jenderal (dirjen) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.Kini wacana itu mulai dipertimbangkan realisasinya.

Adalah Dirjen Anggaran Kemenkeu Herry Poernomo yang menuturkan kepada Media Indonesia, di Jakarta, tentang hal itu. Di era kepemimpinan Menkeu Sri Mulyani Indrawati, menurut dia, terdapat 125 pegawai yang menempati posisi struktural di bagian anggaran.
Melalui evaluasi, kata dia, muncullah keputusan untuk modernisasi yakni dengan melakukan perampingan menjadi 50 pegawai.

Ketika itu, Herry meyakini, kinerja pegawai di bagian anggaran masih dapat dimaksimalkan.Karena itu tidak perlu lagi, kata dia, menambah pegawai. “Saat itu, bukan masalah anggaran (fokusnya). Tapi kita pikir kelebihan pegawai perlu modernisasi karena kompetensinya tidak memenuhi syarat,“ ungkapnya.

Kini, usulan itu menghangat setelah dilontarkan Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional, pada akhir Juni 2011.Ketua Tim Independen Erry Riyana Hardjapamekas mengakui bahwa usul itu merupakan bagian dari langkah reformasi birokrasi.

“Kebutuhan pegawai bagi kementerian atau lembaga pemerintah pusat dan daerah perlu dirampingkan. Kami pun sampai pada usulan penerimaan CPNS dihentikan sementara,“ ujarnya, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.

Tim independen juga menilai pengelolaan PNS dan penerimaan CPNS yang tidak terkendali sangat berbahaya dari sisi keuangan dan efektivitas anggaran.Terlebih, membengkaknya jumlah PNS cenderung tidak selalu berbanding lurus dengan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

Dengan demikian sangat nyata, jumlah PNS yang senantiasa meningkat setiap tahunnya tidak mengubah secara signifikan penyeleng garaan pelayanan publik.
Penyebabnya diduga karena PNS dinilai masih memiliki mindset pelayanan rendah yang berakibat pada rendahnya mutu pelayanan.

Menanggapi usulan tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan Rebiro) EE Mangindaan menandaskan, masih perlu dilakukan kajian untuk mempertimbangkan moratorium tersebut. Kini, menurut dia, juga tengah dilakukan penghitungan jumlah PNS di seluruh Indonesia untuk pertimbangan terhadap APBN.

Sesungguhnya untuk menekan jumlah PNS, menurut Mangindaan, moratorium bukalah ide tunggal.Ada pula ide mutasi PNS dan pensiun dini.“Mutasi itu maksudnya adalah pemindahan dari institusi yang berlebihan,“ ujarnya, di Istana Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (21/7).Dia pun menyarankan pensiun dini kepada institusi yang memiliki PNS berlebihan.Pensiun dini itu, kata Mangindaan, untuk mempercepat rotasi pada segala bidang. “Kami sedang melakukan kajian untuk dapat dilaksanakan,“ jelasnya.
Wapres sepakat Kendati masih dikaji, Wakil Presiden Boediono disebutkan telah menyepakati perlunya moratorium PNS. Bahkan melalui juru bicaranya, Yopie Hidayat, terungkap bahwa pemberlakuan moratorium PNS kelak akan dituangkan dalam surat keputusan bersama (SKB) Tiga Menteri.
Yakni, Menteri (PAN dan Rebiro), Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri.
“Dalam rapat terakhir Wakil Presiden sudah setuju untuk melakukan moratorium PNS, tinggal menunggu SKB-nya,“ ujarnya, Jumat (22/7).

Wakil Presiden juga memandang bahwa moratorium dapat mengefektifkan kinerja PNS dan pelaksanaan program pemerintah. Karena, justru birokrasi yang gemuk dan penumpukan PNS, sambung dia, menyebabkan pemborosan anggaran dan target program yang tak tercapai.

“Ketiga menteri tinggal memasukkan ide mereka ke dalam SKB tersebut. Saya kira dalam pekan-pekan ini sudah dapat diselesaikan,“ jelasnya.
Selamatkan daerah Sementara itu, Koordinator Advokasi dan Investigasi Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi juga mengingatkan, moratorium PNS menyelamatkan daerah dari ancaman kebangkrutan.
Pasalnya, dengan komposisi PNS sekarang cukup memberatkan pemerintah.

Gaji PNS merupakan belanja rutin yang anggarannya diambil dari APBN atau APBD.Seharusnya, APBN atau APBD digunakan pemerintah untuk kebutuhan masyarakat. “Prinsip ini kan terbalik. Karena kebanyakan untuk pegawai, untuk masyarakat jadi kurang. Jadi, pembangunan itu jadi nggak ada untuk masyarakat,“ kata Uchok.

Dalam catatan Fitra, kabupaten di Indonesia rata-rata membelanjakan 50% anggarannya untuk gaji pegawai.
Angka itu 5% lebih rendah daripada alokasi rata-rata kota di Indonesia yang memakai 55% anggaran guna membayar PNS.

Adapun rata-rata provinsi di Indonesia membelanjakan 26% anggarannya untuk itu.
Besarnya persentase biaya untuk pegawai tersebut dapat berpengaruh pada anggaran.

Sebenarnya, Uchok menambahkan, PNS bisa digaji oleh pusat dengan menggunakan dana alokasi umum (DAU). Namun ternyata, 90% DAU itu dipakai untuk gaji pegawai dan baru 10% sisanya untuk pelayanan publik.Bahkan, ada juga daerah yang jumlah DAU-nya masih kurang untuk gaji PNS. “Kalau APBD untuk mereka semua, untuk masyarakat apa?
Lama-lama masyarakat itu seperti nggak punya negara, nggak ada kepala daerah pun mereka bisa hidup. Itu sudah bangkrut kalau masyarakat tidak dilindungi, masyarakat tidak dilayani,“ lanjut Uchok.

No comments:

Post a Comment