Friday, November 25, 2011

Remunerasi Rp609,5 Miliar Cair, Kejagung Bersyukur

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengapresiasi pemberian remunerasi senilai Rp609,5 miliar. Remunerasi ini diharapkan dapat menjadi cemeti bagi jajaran korps Adhyaksa untuk senantiasa memperbaiki kinerjanya.

"Ya pertama tentu atas nama pribadi dan pimpinan Kejaksaan menyatakan rasa syukur bahwa remunerasi setelah melalui perjuangan panjang akhirnya telah keluar. Harapan kami tentu dengan remunerasi akan menjadi cambuk bagi seluruh warga Kejaksaan untuk mengoptimalkan kinerjanya termasuk peningkatan disiplin," kata Wakil Jaksa Agung Darmono dalam keterangan kepada wartawan Senin (31/10/2011).

Selain itu, lanjut Darmono, Kejagung tentu berharap pemberian remunerasi tersebut dapat lebih menekan seminimal mungkin terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat Kejaksaan tanpa kecuali.

"Karena salah satu faktor terjadinya penyimpangan adalah karena masih minimnya tingkat kesejahteraan pegawai," ujarnya.

"Lantas kalau boleh tahu, berapa jumlah remunerasi yang diterima bapak?" tanya wartawan.

"Saya belum cek tentang jumlahnya karena terus ada rapat, namun saya kira yang penting dan yang perlu kita tekankan pada seluruh jajaran Kejaksaan bahwa remunerasi itu bukanlah pemberian cuma-cuma tapi karena itu merupakan tunjangan kinerja maka harus dijawab dengan peningkatan hasil kerja melalui suatu komitmen perubahan ke arah yang lebih baik," pungkasnya.

Jaksa Agung: Itu 1 Jaksa di Antara 8.000 Jaksa Agung sudah mengeluarkan surat pemberhentian sementara dan pemotongan gaji 50 persen

VIVAnews - Jaksa Agung Basrief Arief meminta agar publik tak menggeneralisir soal renumerasi yang diterima para jaksa dengan kasus jaksa nakal. Jaksa Agung meminta jangan pukul rata semua kelakuan jaksa dengan kasus yang menerpa.

"Bayangkan ini 1 di antara 8.000, kalaupun masih ada, 2-3 orang lagi. Yang 2-3 ini yang harus dibersihkan. Jangan semuanya digeneralisasi. Tidak sepantasnya membandingkan perbuatan 1 oknum dengan 8.000 jaksa yang lainnya," kata Basrief di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat 25 November 2011.

Basrief menegaskan, renumerasi yang diberikan pemerintah terhadap para jaksa itu sebagai kenaikan kesejahteraan. "Ini yang harus kita perhatikan," kata dia.

Dengan remunerasi aparat kejaksaan dituntut memberikan kinerja terbaiknya. Berdasarkan surat keputusan yang dibuat, ada sekitar 21.000 pegawai kejaksaan yang akan mendapat remunerasi. Remunerasi itu akan dirapel sejak Januari 2011.

Basrief menambahkan, remunerasi untuk pegawai besarannya berbeda-beda. Angka teratas adalah Rp25 juta dan angka terbawah adalah Rp1,6 juta lebih. Namun, Basrief tak menjelaskan bagaimana menentukan besaran remunerasi kepada tiap-tiap pegawainya.

Meski sudah diberikan renumerasi, tetap saja ada jaksa yang menerima suap. Seperti Jaksa Sistoyo dari Kejaksaan Negeri Cibinong, Jawa Barat, yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 21 November 2011 kemarin.

Atas perbuatannya, Jaksa Agung sudah mengeluarkan surat pemberhentian sementara dan pemotongan gaji 50 persen, hingga kasus ini diputuskan. KPK menangkap tangan Jaksa Sistoyo yang diduga tengah bertransaksi dengan terdakwa dari perkara yang ditanganinya.

KPK menemukan uang Rp99,9 juta dari mobil Nissan X Trail milik jaksa itu. Uang dimasukkan dalam amplop coklat. Selain Sis dan Ed, KPK juga menangkap AB dan seorang sopir. (eh)

Sistoyo Hanya Oknum, Remunerasi Dinilai Penting

JAKARTA-Jaksa Agung Basrief Arief kembali meminta semua pihak tak mengaitkan antara pemberian remunerasi kejaksaan, dengan kasus tertangkapnya jaksa Sistoyo oleh KPK. Menurut dia, Sistoyo hanyalah satu oknum dari 8.000 jaksa yang ada.

"Tak pantas membandingkan perbuatan oknum yang satu untuk 8.000 jaksa yang lain. Saya kira remunerasi sudah saatnya sebagai perbaikan kesejahteraan pegawai," kata Basrief, dicegat wartawan Jumat (25/11).

Pernyataan Basrief menanggapi desakan sebagian kalangan yang menilai remunerasi kejaksaan layak ditinjau ulang, karena terus ditemukan jaksa nakal yang menerima suap atau menyalahgunakan wewenang demi kepentingan pribadi.

Sistoyo yang ditangkap KPK di pelataran parkir Kejari Cibinong, Senin (21/11) adalah kasus terbaru menyusul penangkapan lain seperti jaksa Dwi Seno pada awal tahun ini, dan jaksa Urip Tri Gunawan sekitar dua tahun lalu.

Sebagai bukti kejaksaan terus berusaha memperbaiki diri, lanjut Basrief, sejak Januari sampai September 2011 pihaknya sudah menindak 196 pegawai. Dari jumlah itu tak semuanya jaksa tapi juga pegawai tata usaha. Mereka kena sanksi karena menyalahgunakan wewenang, menyimpangkan dari tugas yang sudah diberikan sampai pelanggaran asusila.

"Dalam rangka pembenahan dan penertiban ke dalam ini, tolong kita dibantu dari media massa. Saya akan melakukan itu sebaik mungkin, dan secermat mungkin sehingga tidak merugikan orang lain," pinta Basrief.(pra/jpnn)

Komisi II DPR Desak Remunerasi Dibatalkan Dinilai Tak Efektif, Buktinya Kasus Suap Syarifuddin

JAKARTA - Kasus suap yang menimpa Hakim Syarifuddin, semakin membuat gerah personil Komisi II DPR RI. Mereka pun lantas menilai, bahwa reformasi birokrasi yang berimbas pada pemberian remunerasi tidak-lah efektif, sehingga harus dibatalkan.

"Kasus suap di MA bukan hanya satu kali saja, tapi sudah beberapa kali. Untuk apa lagi diberi remunerasi? Hasilnya tidak ada," kritik Alex Litaay, dalam rapat kerja (raker) dengan Menteri Negara PAN & RB, EE Mangindaan, Senin (6/6).

Senada dengan itu, Yasona Laoly juga ikut menyoroti pemberian remunerasi yang dinilai tidak membawa hasil apa-apa. Justru masih memunculkan banyak kasus, mulai dari kasus Gayus Tambunan sampai Hakim Syarifuddin. "Remunerasi hanya membuat antar instansi saling iri saja. Yang kerjanya bagus malah tidak dapat remunerasi. Sedangkan yang sudah menerima remunerasi, malah melakukan korupsi," kritiknya.

Sehubungan dengan itu, kedua personil Komisi II tersebut pun lantas meminta pemerintah agar membatalkan saja pemberian remunerasi. "Menurut kami, remunerasi dihentikan saja. Cuma habis-habisin uang negara, tapi hasilnya tidak ada," kata keduanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja, mengusulkan agar remunerasi diberikan pada perorangan saja dan bukan institusi. Dengan demikian menurutnya, pemberiannya bisa merata dan tergantung pada kinerja masing-masing.

Seperti diketahui, KPK secara resmi telah menetapkan Syarifuddin dan kurator Puguh Wirawan, sebagai tersangka dugaan kasus suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT SCI. Dari tangan Syarifuddin, KPK menyita uang Rp 250 juta dan mata uang asing bernilai miliaran rupiah. Syarifuddin sendiri ditangkap di rumah dinasnya di Sunter, Rabu (1/6/) malam. (esy/jpnn)

Menpan & RB Baru Tetap Pertahankan Remunerasi

JAKARTA - Azwar Abubakar yang ditunjuk Presiden SBY sebagai Menteri Negara PAN&RB akan tetap mempertahankan remunerasi dalam programnya ke depan. Meski demikian proses pemberian remunerasi akan dilihat pada tingkatan kinerja masing-masing pegawai.

"Pemberian remunerasi akan tetap jalan, tentunya disesuaikan dengan tingkatan kinerja," kata Azwar, tadi malam.

Demikian juga dengan moratorium CPNS, menurut dia, akan masuk dalam program prioritas. "Saya rasa moratorium CPNS merupakan program yang bagus. Hanya saja, akan kita lihat lagi, apa-apa yang harus dibenahi," ujarnya.

Lantas apa agenda pertamanya setelah dilantik sebagai menteri? Menurut Azwar, usai pelantikan dia akan bertemu dengan MenPAN&RB lama EE Mangindaan untuk membahas program-program reformasi birokrasi.

"Saya akan ketemu pak Mangindaan untuk membahas apa-apa yang sudah dilakukan dan rencana ke depan yang sudah disusun sebelumnya," tandasnya.(esy/jpnn)

Menpan & RB Baru Tetap Pertahankan Remunerasi

JAKARTA - Azwar Abubakar yang ditunjuk Presiden SBY sebagai Menteri Negara PAN&RB akan tetap mempertahankan remunerasi dalam programnya ke depan. Meski demikian proses pemberian remunerasi akan dilihat pada tingkatan kinerja masing-masing pegawai.

"Pemberian remunerasi akan tetap jalan, tentunya disesuaikan dengan tingkatan kinerja," kata Azwar, tadi malam.

Demikian juga dengan moratorium CPNS, menurut dia, akan masuk dalam program prioritas. "Saya rasa moratorium CPNS merupakan program yang bagus. Hanya saja, akan kita lihat lagi, apa-apa yang harus dibenahi," ujarnya.

Lantas apa agenda pertamanya setelah dilantik sebagai menteri? Menurut Azwar, usai pelantikan dia akan bertemu dengan MenPAN&RB lama EE Mangindaan untuk membahas program-program reformasi birokrasi.

"Saya akan ketemu pak Mangindaan untuk membahas apa-apa yang sudah dilakukan dan rencana ke depan yang sudah disusun sebelumnya," tandasnya.(esy/jpnn)

Remunerasi Tak Jamin Jaksa Jujur

JAKARTA-Penangkapan jaksa asal Kejari Cibinong, Sistoyo oleh KPK semakin menguatkan bahwa kenaikan gaji atau penambahan tunjangan prestasi (remunerasi), tak berbanding lurus dengan kinerja atau peningkatan integritas para jaksa. Kejaksaan sendiri tak bisa menjamin hal serupa takkan terulang kembali.

"Kami hanya bisa melakukan pembenahan dan mendorong pimpinan daerah (Kajari atau Kajati) untuk meningkatkan pengawasan melekat (waskat) dan pengawasan internal (wasnal)," kata Wakil Jaksa Agung Darmono, Selasa (22/11).

Walau tak ada jaminan takkan terulang, Darmono menegaskan remunerasi tetap besar artinya bagi aparat kejaksaan untuk meningkatkan kinerja serta mencegah penyimpangan. "Harapan kita ini jadi kejadian terakhir, sehingga ke depan kita harus lebih baik baik kinerja maupun integritas," tegas Darmono.

Sistoyo sendiri menurut Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy, terhitung Selasa ini diberhentikan sementara atas perintah langsung Jaksa Agung Basrief Arief. Selain Sistoyo, bidang pengawasan akan meminta pertenggungjawaban Kajari Cibinong Soeripto, terkait pengawasan internal yang dinilai tak berjalan dengan baik.(pra/jpnn)

Anggota DPR Dukung Remunerasi untuk Kejaksaan Dievaluasi

Ironis memang. Belum lama remunerasi untuk Kejaksaan cair, muncul kasus dugaan suap yang melibatkan jaksa. Karena itu, suara-suara yang mendukung dievaluasinya remunerasi untuk Kejaksaan itu bermunculan, termasuk dari politikus Senayan.

"Saya kira kasus jaksa Sistoyo itu besar bagi jaksa agung, karena remunerasi itu diberikan untuk meningkatkan kinerja Kejaksaan dan kompensasi agar Kejaksaan tidak mudah tergoda oleh suap dan sebagainya," kata anggota Komisi III DPR, Martin Hutabarat kepadadetikcom, Kamis (24/11/2011).

Remunerasi, lanjut Martin diberikan karena pendapatan jaksa sangat kurang, sehingga menimbulkan godaan untuk melakukan korupsi. Akan tetapi, pada akhirnya, remunerasi itu ternyata gagal mengatasi perilaku tidak terpuji anggota korps adyhaksa.

"Kalau Kejaksaan tidak memperlihatkan performance yang berbeda daripada sebelumnya, kan, tidak pantas remunerasi itu dilanjutkan," cetus politikus Partai Gerindra ini.

Martin mengatakan, institusi yang diterima oleh lembaga negara tak terkecuali Kejaksaan harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Terlebih dengan adanya kasus suap yang lagi-lagi dilakukan jaksa, itu, Jaksa Agung Basrief Arief harus mengevaluasinya secara jujur.

"Masyarakat merasa jaksa ini dapat remunerasi tapi kinerjanya tidak berubah. Nah, jaksa agung harus mengevaluasi secara jujur dan cepat memperbaiki ke depan. Kalau tidak, masyarakat akan memprotesnya," ucap Martin.

Jaksa Sistoyo diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (21/11), petang. Jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Cibinong itu ditetapkan sebagai tersangka karena menerima uang senilai Rp 99,9 juta dari seorang bernama Anton Bambang. Uang itu diberikan terkait sebuah kasus pemalsuan surat.

Remunerasi di 3 Kementerian Dilaporkan ke Wapres Boediono

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) EE Mangindaan mengakui reformasi birokrasi di sejumlah kementerian masih mempunyai kelemahan. Karena itu, besaran remunerasi belum diberikan 100 persen.

"Remunerasi kan tidak 100 persen langsung jadi. Kalau tidak jalan, tidak akan diberikan 100. Dari nilai pertama saja kalau belum lengkap, nggak. Jadi kita akan lebih ketat lagi," ujar EE Mangindaan usai menhadiri Rapat Reformasi Birokrasi di Kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (29/9/2011).

Dalam rapat itu, EE Mangindaan mengungkapkan, dilaporkan ke Wapres Boediono hasil evaluasi 3 kementerian yang telah diberi remunerasi. 3 Kementerian ini yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemen PAN), dan Sekretariat Negara (Setneg). Sementara institusi yang masih di evaluasi yakni Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"(Dari evaluasi 3 kementerian) baru parameter yang diberikan, yang tidak tercapai dan sebagainya. Ini perintahnya semua diukur dalam parameter kualitas dan kuantitas," kata Mangindaan.

Mangindaan mengatakan, remunerasi di kementerian belum ada yang 100 persen. Remunerasi 100 persen tidak akan diberikan selama unsur-unsur tercapainya reformasi birokrasi belum terwujud.

"Baru 30 persen, ada yg 70 persen. Belum ada yang 100 persen. Maksudnya dari tunjangan, berdasarkan kinerja. Tidak akan diberikan semua kalau frequentnya tidak tecapai," terangnya.

Mangindaan juga mengakui jika pelaksanaan reformasi birokrasi masih mempunyai banyak kelemahan. Masih banyak unsur-unsur yang belum terwujud.

"Yang dinamakan reformasi birokrasi ya seluruhnya, masih ada kelemahan-kelemahan. Karena ada struktur organisasinya belum oke, tata laksanannya belum oke sampai ke pelayanan publik. Jadi runtut begitu, ini masukan bagi kita. Saya terima saja kalo ada koreksi-koreksi seperti itu," tutur menteri yang juga Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) ini.

Jaksa Tertangkap Lagi, Remunerasi Kejaksaan Harus Dikaji Ulang

Reformasi birokrasi dengan cara memberikan remunerasi tidak selamanya memberikan hasil yang positif untuk para pegawai. Buktinya, meski sudah ada remunerasi di Korps Adhyaksa, masih saja ada jaksa nakal.

"Itu terjadi karena ada yang salah dengan konsep pemberian remunerasi. Oleh karenanya, pemberian remunerasi itu perlu dikaji ulang," terang pengamat hukum Fajrul Falaakh, dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (22/11/2011).

Fajrul menilai, konsep pemberian remunerasi yang terjadi selama ini lebih menitikberatkan kepada penambahan penghasilan dan itu berlaku bagi seluruh pegawai. Padahal, akan lebih baik jika remunerasi itu diberikan pada mereka yang berhasil.

"Harusnya remunerasi itu dijadikan sebagai reward kepada yang berprestasi. Karena, kalau diberikan hanya untuk tambahan penghasilan maka tidak akan ada efek positifnya, tidak menambah adrenalin untuk bekerja lebih," tambahnya.

Jika seperti itu remunerasi yang diterapkan, lanjut Fajrul, maka dalam hal ini Kementerian Keuangan harusnya dikritik.

"Karena jadinya mereka berpikir, remunerasi itu wajar karena sudah lama tidak naik gaji," kritiknya.

Kemenkeu Janjikan Remunerasi Bagi Pegawai OJK

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjanjikan pemberian remunerasi bagi pegawai yang bergabung ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kemenkeu saat ini tengah merumuskan dasar hukum serta status kepegawaian OJK.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Kiagus Ahmad Badaruddin saat ditemui di Lingkungan Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, Jumat (4/11/2011).

"Remunerasi itu kan imbalan yang diberikan kepada seseorang karena jasa-jasanya. Ini kan seimbang, kan kalau kita membayar sesuatu sejumlah segitu, kita akan mendapat kualitas pegawai yang segitu," ujarnya.

Kiagus menyatakan pegawai yang mendapat remunerasi yakni baik dari pegawai Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Kementerian Keuangan maupun pegawai dari luar Kemenkeu yang masuk OJK. Hal tersebut berdasarkan Undang-Undang OJK yang baru saja disahkan.

Sementara itu, Kiagus mengungkapkan pegawai Kementerian Keuangan yang menjadi Dewan Komisioner ex-officio OJK statusnya masih akan tetap menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Status yang dewan komisioner tidak PNS, ya dia kan independen, tapi kalau yang ex officio tidak berhenti dari PNS," tegasnya.

Sebagai bentuk pelaksanaan Undang-Undang OJK, Kiagus menyatakan pihaknya akan membentuk tim guna melakukan persiapan pembentukan OJK.

"Kita memang dituntut untuk cepat menindaklanjuti undang-undang, ini timnya baru dibentuk, nanti timnya bekerja dulu, membuat dasar hukumnya, membuat organisasinya, membuat sarana dan prasarana, bagaimana status pegawainya, panjang masih," jelasnya.

Tim ini yang nantinya akan menentukan kebutuhan pegawai lembaga baru tersebut.

"Nanti kita lihat kebutuhannya (pegawai), intinya Bapepam LK plus dari BI, digabung. Nanti timnya yang bicara kemudian, tapi kalau komisioner yang ex officio dari kemenkeu tetap donk," tandasnya.

Gaji Pokok Wamen Hanya Separuh dari Menterinya

Gaji pokok seorang wakil menteri (wamen) saat ini sebesar Rp 10 juta termasuk tunjangan jabatan sebesar Rp 5 juta. Selain itu ada tambahan remunerasi disesuaikan dengan masing-masing kementerian.

"Gaji Rp 10 juta, gaji pokok termasuk tunjangan jabatan Rp 5 juta. Iya kalau departemennya sudah reform," kata Dirjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto di DPR RI, Jakarta, Kamis (20/10/2011).

Jika dibandingkan dengan gaji pokok seorang menteri yang mencapai Rp 19 juta, maka gaji pokok wamen hanya kurang lebih separuhnya. Soal besaran gaji seorang menteri sebelumnya pernah disampaikan oleh mantan Menteri Perhubungan Freddy Numberi saat menanggapi gaji pilot Garuda Indonesia.

Agus menuturkan kementerian keuangan memastikan tidak ada penambahan anggaran untuk pemberian gaji para wakil menteri baru. Pasalnya, gaji wakil menteri baru tersebut sama dengan gajinya sebelum diangkat menjadi wakil menteri.

"Tidak ada tambahan, gajinya sama, gajinya melekat, gaji dan tunjangan sebagai eselon IA sebelumnya juga segitu, jadi wamen juga segitu," ungkapnya.

Agus menambahkan tidak adanya penambahan gaji tersebut sampai adanya perubahan terkait pemberian gaji tersebut. "Enggak (ada perubahan), kecuali kalau ada peraturan baru memberikan fasilitas yang beda. Saya nggak tahu, tapi sejauh ini nggak ada perbedaan," ujarnya.